Kamu dan Secangkir Kopi di Atas Meja

/
0 Comments
Secangkir kopi di atas meja, warnanya hitam pekat, aromanya yang khas masih lekat di hidungku.
Secangkir kopi yang sama seperti biasanya, tanpa ada yang istimewa. 
Dia bahkan tidak bergula.

Kehadirannya di atas meja adalah saksi bergulirnya lagi cerita tentangmu, tentang hujan, tentang senja-senja yang lewat di balik mendung, tentang apa saja yang bisa kuingat.
Cerita-cerita yang tak terlalu panjang, namun tak pernah bisa kuselesaikan.
Rasanya belum terlalu lama, tapi aku selalu lupa bagaimana cara mengakhirinya.

Ah, aku ingat.
Mungkin itu karena seharusnya kamu yang melakukannya.
Bukankah kamu selalu mahir mengakhiri sesuatu? 

Aku hanya ingat bagaimana kita memulainya.
Kamu, yang entah mengapa bersikeras ingin bicara segera. Sudah tidak ada lagi waktu, adalah alasanmu hari itu.
Waktu itu bahkan jarum panjangku belum berjalan terlalu jauh, namun kakiku terasa merapuh. Sekali dalam hidupku, aku ingin lumpuh. Aku ingin punya alasan untuk tetap diam dan tidak berlari. Kenyataan tak menyisakan ruang untukku bersembunyi.
Waktu itu bahkan gema denting sendok yang beradu pada cangkir kopiku belum lagi pergi, namun telingaku terasa sunyi. Sekali dalam hidupku aku ingin tuli. Aku ingin punya alasan untuk tetap diam dan tidak mendengar kata-kata yang kamu ucapkan. 

Kamu diam
Aku diam
Kamu kemudian pergi
Aku sendiri

Ah, sungguh aku tidak mengerti bagaimana caranya kuakhiri cerita ini.
Secangkir kopi di atas meja kini tidak lagi hangat.
Namun sungguh tak ada lagi yang bisa kuingat tentang hari itu selain kamu yang bergegas pergi dan tidak menoleh lagi.

Mungkin kamu hanya ingin pulang sebelum hujan dan petang. Iya kan?

Hari ini kudengar hujan deras akan datang di kotamu.Semoga kamu tidak lupa memakai jaket dan minum segelas cokelat hangat.


You may also like

Tidak ada komentar: