Suatu Hari Hujan di Bulan Mei

/
0 Comments
Hari ini hujan deras melanda kota, dan entah bagaimana caranya, hujan selalu bisa membuat hati dan harimu berganti suasana.
Mungkin senang, ketika kamu terjebak dengan orang-orang yang menyenangkan.
Mungkin sedih, ketika kamu terjebak pada kenangan yang sekuat tenaga kamu coba lupakan.


Hujan hari ini sungguh deras, perciknya tak lagi hanya meriuhkan genting tapi juga membuih di jendela.
Hembus angin menerbangkan tetesannya hingga ke beranda bahkan sekitar lobi, sungguh tak ada lagi tempat bersembunyi.


Biasanya, hujan tak pernah datang sendirian.
Selalu dibawakannya seorang teman atau sepintas kenangan.
Namun kali ini, keduanya tak kudapatkan.

Seseorang yang kutemui berteduh di tempat parkir karena kebetulan lupa membawa mantel atau yang sekadar malas menerabas hujan dan memilih untuk menunggu hingga reda bisanya berakhir menjadi teman.
Aku dan dia akan sempat bertukar nama atau sapa seadanya sembari menunggu rintik terakhir.
Namun kali ini tidak.
Kupilih untuk segera pulang meski hujan tengah pada puncaknya, entah mengapa.

Kenangan di hari-hari lalu bersama seseorang yang meninggalkan cerita di benakmu biasanya mampu datang lagi tiap hujan tiba, dan biasanya bertahan hingga beberapa saat setelah reda. Kenangan yang kemudian membawaku pada selembar foto lama, sebaris lirik lagu, maupun secangkir cokelat hangat untuk sekadar menemaniku mengenangnya.
Namun kali ini tidak.
Kupilih untuk menganggapnya sebagai bukti bahwa otakku masih bekerja sempurna, entah mengapa.

Tak ada teman
Tak ada foto
Tak ada lagu
Tak ada kenangan
Bahkan, tak ada secangkir cokelat hangat seperti biasanya.

Mungkin aku mulai lupa caranya.
Mungkin aku mulai bosan melakukannya.
Sesuatu yang terus menerus terjadi padamu, seringkali membiaskan rasa.
Sesuatu yang tak pernah alpa di dekatmu, kadangkala berlalu kehilangan makna.

Seperti kehadiran yang terus menerus kadang membuat "setia" berubah arti menjadi "begitulah sewajarnya".
Seperti perhatian yang selalu ada kadang merubah "ketulusan" berubah arti menjadi "sudah keharusan"

Seorang teman
Sebuah kesempatan
Sedekap pelukan
Sebait pesan singkat
Seucap sapaan
Secangkir kopi
Sepasang telinga
Sesimpul senyuman
Adalah hal-hal yang seringkali lupa kita syukuri, justru karena mereka selalu ada di sekitar kita, tanpa diminta.

Bisa jadi kita lupa, kapan terakhir kali mengucapkan terima kasih pada sahabat terdekat,
kapan terakhir kali memeluk Ibu atau Bapak,
kapan terakhir kali menyapa teman seperjalanan yang kita temui ketika pulang.

Kehadiran yang ada tanpa alpa, membuat kita kemudian lupa memaknainya.

Mungkin sama seperti ketika kita memutuskan pulang di tengah hujan.
Derasnya tetesan yang jatuh di tubuh kita,
membuat dinginnya tak lagi teraba, dan basahnya tak lagi terasa.

Dan yang kemudian kita bisa ingat tentang hujan, adalah ketika dia meninggalkan kita, dalam demam.


You may also like

Tidak ada komentar: